YUK NYUNAH BRO!!!

SUNNAH HAI-AAT SHALAT

Abu Syuja' berkata:

وهيئاتها خمسة عشر خصلة: رفع اليدين عند تكبيرة الإحرام وعند الركوع والرفع منه، ووضع اليمين على الشمال، والتوجه، والاستعاذة، والجهر في موضعه والإسرار في موضعه، والتأمين، وقراءة السورة بعد الفاتحة، والتكبيرات عند الرفع والخفض، وقول سمع الله لمن حمده ربنا لك الحمد، والتسبيح في الركوع والسجود، ووضع اليدين على الفخذين في الجلوس، يبسط اليسرى ويقبض اليمنى إلا المسبحة فإنه يشير بها متشهدا، والافتراش في جميع الجلسات، والتورك في الجلسة الأخيرة، والتسليمة الثانية.

Cara membacanya:

Wa hai-aatuhaa khamsata ‘asyara khashlatan: (1) raf’ul yadayni ‘inda takbiiratil ihraami wa ‘indar rukuu’i war raf’i minhu, (2) wa wadh-‘ul yamiini ‘alasy syimaali, (3) wat tawajjuhu, (4) wal isti’aadzatu, (5) wal jahru fii mawdhi’ihi wal israaru fii mawdhi’ihi, (6) wat ta’miinu, (7) wa qiraa-atus suurati ba’dal faatihati, (8) wat takbiiraatu ‘indar raf’i wal khafdhi, (9) wa qawlu sami’aLlaahu liman hamidahu, rabbanaa lakal hamdu, (10) wat tasbiihu fir rukuu’i was sujuudi, (11) wa wadh-‘ul yadayni ‘alal fakhdzayni fil juluusi, (12) yabsuthul yusraa wa yaqbidhul yumnaa illal musabbihata fa-innahu yusyiiru bihaa mutasyahhidan, (13) wal iftiraasyu fii jamii’il jalasaati, (14) wat tawarruku fil jalsatil aakhiirati, (15) wat tasliimatuts tsaaniyatu.

Artinya:

Sunnah hai-aat dalam shalat ada lima belas, yaitu: (1) mengangkat kedua tangan ketika takbiratul ihram, ruku’, dan i’tidal, (2) meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri, (3) membaca tawajjuh (do’a iftitah), (4) membaca isti’adzah, (5) mengeraskan bacaan ketika shalat jahr, dan memelankan bacaan ketika shalat sirr, (6) membaca aamiin, (7) membaca surah setelah membaca Al-Fatihah, (8) bertakbir ketika ruku’, sujud, dan ketika bangun darinya, (9) mengucapkan “sami’aLlaahu liman hamidahu, rabbanaa lakal hamdu”, (10) membaca tasbih dalam ruku’ dan sujud, (11) meletakkan kedua tangan di atas kedua paha ketika duduk, (12) membentangkan jari-jari tangan kiri dan menggenggam jari-jari tangan kanan, kecuali jari telunjuk, sebab ia digunakan untuk menunjuk pada saat tasyahhud, (13) duduk iftirasy dalam semua duduk, (14) duduk tawarruk pada saat duduk terakhir, dan (15) mengucapkan salam yang kedua.

Penjelasan Prof. Dr. Mushthafa Dib al-Bugha (dengan sedikit perubahan redaksi):

1. Mengangkat kedua tangan ketika takbiratul ihram, ruku’, dan i’tidal merupakan sunnah hai-aat berdasarkan hadits riwayat Al-Bukhari (705) dan Muslim (390), dari Ibn ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata:

رأيت النبي صلى الله عليه وسلم افتتح التكبير في الصلاة، فرفع يديه حين يكبر، حتى جعلهما حذو منكبيه، وإذا كبر للركوع فعل مثله، وإذا قال: سمع الله لمن حمده، فعل مثله وقال: ربنا ولك الحمد، ولا يفعل ذلك حين يسجد، ولا حين يرفع رأسه من السجود

Artinya: “Saya melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membuka shalat dengan takbir. Beliau mengangkat kedua tangannya ketika takbir sehingga keduanya sejajar dengan kedua bahu. Jika bertakbir untuk ruku’, beliau melakukan semisalnya. Ketika membaca ‘sami’aLlaahu liman hamidahu’, beliau melakukan semisalnya dan membaca ‘rabbanaa lakal hamdu’. Beliau tidak melakukannya ketika sujud dan ketika mengangkat kepalanya dari sujud.”

2. Dasar meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri adalah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim (401) dari Wail ibn Hijr radhiyallahu ‘anhu:

أنه رأى النبي صلى الله عليه وسلم رفع يديه حين دخل في الصلاة، ...ثم وضع يده اليمنى على اليسرى.

Artinya: “Bahwa dia melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya ketika melakukan shalat, ...kemudian meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya.”

3. Mengenai do’a iftitah, Muslim (771) meriwayatkan dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, apabila mendirikan shalat, beliau mengucapkan:

وجهت وجهي للذي فطر السماوات والأرض حنيفا وما أنا من المشركين، إن صلاتي ونسكي ومحياي ومماتي لله رب العالمين، لا شريك له، وبذلك أمرت وأنا من المسلمين

Artinya: “Aku menghadapkan wajahku kepada Dzat yang telah menciptakan langit dan bumi, dengan keadaan lurus dan aku tidak termasuk orang-orang yang  musyrik. Sesungguhnya shalat, ibadah, hidup dan matiku hanya untuk Allah, Rabb semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Demikianlah yang diperintahkan kepadaku dan aku termasuk orang yang berserah diri.”

4. Dasar membaca isti’adzah adalah firman Allah ta’ala:

فإذا قرأت القرآن فاستعذ بالله من الشيطان الرجيم

Artinya: “Apabila membaca Al-Qur’an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.” (QS. An-Nahl [16]: 98)

5. Bacaan dikeraskan dalam shalat shubuh serta dua rakaat pertama shalat maghrib dan ‘isya. Ia juga dikeraskan pada shalat jum’at, dua shalat ‘id, shalat khusuf, shalat istisqa, shalat tarawih, shalat witir pada bulan Ramadhan, serta dua rakaat thawaf pada malam hari dan waktu shubuh. Materi kali ini hanya akan membahas dalil-dalil untuk shalat shubuh, maghrib dan ‘isya, sedangkan untuk shalat lainnya akan dijelaskan pada tempatnya nanti.

Selain shalat-shalat di atas, bacaan dilakukan secara sirr. Adapun pada shalat sunnah muthlaq di malam hari, bacaannya pertengahan antara sirr dan jahr. Hal ini berdasarkan firman Allah ta’ala:

ولا تجهر بصلاتك ولا تخافت بها وابتغ بين ذلك سبيلا

Artinya: “Jangan mengeraskan suara dalam shalatmu dan jangan pula merendahkannya. Carilah jalan tengah d antara kedua itu.” (QS. Al-Israa [17]: 110)

Yang dimaksud shalat dalam ayat di atas adalah shalat malam.

Dalil untuk shalat maghrib adalah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari (735) dan Muslim (463) dari Jabir ibn Muth’im radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:

سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم قرأ في المغرب بالطور

Artinya: “Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surah Ath-Thur ketika shalat maghrib.”

Dalil untuk shalat ‘isya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari (733) dan Muslim (464) dari Al-Barra radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:

سمعت النبي صلى الله عليه وسلم يقرأ "والتين والزيتون" في العشاء، وما سمعت أحدا أحسن صوتا منه، أو قراءة

Artinya: “Saya mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ‘wat-tiini waz-zaituun’ ketika shalat ‘isya. Saya tidak pernah mendengar seorang pun yang lebih baik suara dan bacaannya selain beliau.”

Dalil untuk shalat shubuh adalah hadits yang driwayatkan oleh Al-Bukhari (739) dan Muslim (449) dari hadits ibn ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma tentang kehadiran jin. Mereka mendengar Al-Qur’an dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di dalam kisah ini disebutkan:

وهو يصلي بأصحابه صلاة الفجر، فلما سمعوا القرآن استمعوا له

Artinya: “Beliau mengerjakan shalat shubuh bersama para shahabatnya. Tatkala mendengar Al-Qur’an, mereka diam memperhatikannya.”

Hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengeraskan bacaannya sehingga orang yang hadir bisa mendengar bacaannya.

Dalil yang menunjukkan bacaan sirr pada selain shalat yang disebutkan tadi adalah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari (713) dari Khabbab radhiyallahu ‘anhu, bahwa seseorang bertanya kepadanya:

أكان رسول الله صلى الله عليه وسلم يقرأ في الظهر والعصر؟ قال: نعم، قلنا: بم كنتم تعرفون ذلك؟ قال: باضطراب لحيته

Artinya: “’Apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca bacaan ketika shalat zhuhur dan ‘ashar?’ Dia menjawab, ‘Ya’. Kami bertanya lagi, ‘Dengan apa kalian mengetahui hal itu?’ Dia menjawab, ‘Dengan gerakan jenggotnya.”

Juga hadits riwayat Al-Bukhari (738) dan Muslim (396) meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:

في كل صلاة يقرأ، فما أسمعنا رسول الله صلى الله عليه وسلم أسمعناكم وما أخفى عنا أخفينا عنكم

Artinya: “Dalam setiap shalat beliau membaca. Apa yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perdengarkan kepada kami, maka kami memperdengarkannya kepada kalian. Apa yang dipelankannya, maka kami juga memelankannya kepada kalian.”

6. Mengenai membaca ‘aamiin’, Abu Dawud (934) meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا تلا: "غير المغضوب عليهم ولا الضالين" قال: آمين، حتى يسمع من يليه من الصف الأول

Artinya: “Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ‘غير المغضوب عليهم ولا الضالين’, beliau mengucapkan ‘aamiin’, hingga orang yang berada di shaf pertama mendengarnya.”

Ibn Majah (853) menambahkan:

فيرتج بها المسجد

Artinya: “Masjid pun menjadi ramai karenanya.”

Bacaan ‘aamiin’ juga disunnahkan kepada makmum yang dilakukan bersamaan dengan bacaan ‘aamiin’ imam. Al-Bukhari (749) dan Muslim (410) meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إذا قال الإمام "غير المغضوب عليهم ولا الضالين" فقولوا: آمين، فإنه من وافق قوله قول الملائكة، غفر له ما تقدم من ذنبه

Artinya: “Jika imam membaca ‘غير المغضوب عليهم ولا الضالين’, maka ucapkanlah ‘aamiin’. Barangsiapa yang ucapannya bersamaan dengan ucapan malaikat, diampunilah dosanya yang telah lalu.”

Dalam riwayat Abu Dawud (936):

إذا أمن الإمام فأمنوا ...

Artinya: “Jika imam mengucapkan ‘aamiin’, maka ucapkanlah juga ‘aamiin’.”

7. Membaca surah lain setelah Al-Fatihah adalah pada dua rakaat pertama shalat.

Hal ini ditunjukkan oleh beberapa hadits, di antaranya hadits riwayat Al-Bukhari (745) dan Muslim (451) dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu:

أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يقرأ بأم الكتاب وسورة معها، في الركعتين الأوليين من صلاة الظهر وصلاة العصر

Artinya: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca Al-Fatihah dan surah lainnya, pada dua rakaat pertama shalat zhuhur dan shalat ‘ashar.”

Dalam riwayat lain disebutkan:

وهكذا يفعل في الصبح

Artinya: “Begitu juga yang beliau lakukan ketika shalat shubuh.”

Hal ini juga ditunjukkan oleh hadits-hadits yang berbicara tentang shalat jahriyah, yang telah disebutkan sebelumnya.

Makmum tidak membaca selain Al-Fatihah dalam shalat jahriyah. Hal ini berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud (823, 824), An-Nasai (2/141), dan selain keduanya dari ‘Ubadah ibn Ash-Shamit radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:

كنا خلف رسول الله صلى الله عليه وسلم في صلاة الفجر فثقلت عليه القراءة، فلما انصرف قال: (لعلكم تقرؤون خلف إمامكم). قال: قلنا يا رسول الله، إي والله. قال: (لا تفعلوا إلا بأم القرآن، فإنه لا صلاة لمن لم يتقرأ بها)

Artinya: “Kami berada di belakang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika shalat shubuh, bacaannya terasa berat bagi beliau. Setelah selesai, beliau bersabda, ‘Barangkali kalian membaca sesuatu di belakang imam kalian?’. ‘Ubadah melanjutkan: Kami berkata, ‘Ya, wahai Rasulullah, demi Allah’. Beliau bersabda, ‘Janganlah kalian membaca sesuatu kecuali Ummul Qur’an (Al-Fatihah), karena tidak dianggap shalat orang yang tidak membacanya’.”

Dalam riwayat lain:

فلا تقرؤوا بشيء من القرآن إذا جهرت به إلا بأم القرآن

Artinya: “Janganlah kalian membaca sesuatu dari Al-Qur’an, jika aku membacanya secara jahr, kecuali Ummul Qur’an.”

8. Mengenai bertakbir ketika ruku, sujud, dan bangkit dari sujud, Al-Bukhari (752) dan Muslim (392) meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:

أنه كان يصلي بهم، فيكبر كلما خفض ورفع، فإذا انصرف قال: إني لأشبهكم صلاة برسول الله صلى الله عليه وسلم

Artinya: “Dia mengerjakan shalat bersama orang-orang. Dia bertakbir setiap turun untuk ruku’ dan sujud serta saat bangkit. Saat selesai, dia berkata, ‘Saya adalah orang yang paling mirip shalatnya di antara kalian dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam’.”

9. Mengenai membaca سمع الله لمن حمده ربنا لك الحمد, dalilnya adalah hadits Ibn ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma yang telah disebutkan di penjelasan nomor 1.

10. Mengenai membaca tasbih dalam ruku’ dan sujud, Muslim (772) dan selainnya meriwayatkan hadits dari Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:

صليت مع النبي صلى الله عليه وسلم ذات ليلة .. وفيه: ثم ركع، فجعل يقول: سبحان ربي العظيم ... ثم سجد فقال: سبحان ربي الأعلى

Artinya: “Pada suatu malam saya shalat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Dalam hadits ini disebutkan: “Kemudian beliau ruku’ dan mengucapkan سبحان ربي العظيم ..., kemudian beliau sujud dan mengucapkan سبحان ربي الأعلى.”

11. Mengenai meletakkan kedua tangan di atas kedua paha ketika duduk, Muslim (580) meriwayatkan hadits dari Ibn ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma tentang cara duduk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia berkata:

كان إذا جلس في الصلاة، وضع كفة اليمنى على فخذه اليمنى، وقبض أصابعه كلها، وأشار بإصبعه التي تلي الإبهام، ووضع كفه اليسرى على فخذه اليسرى

Artinya: “Jika duduk dalam shalat, beliau meletakkan telapak tangan kanannya di atas paha kanannya, sambil menggenggam seluruh jari-jarinya serta memberi isyarat dengan telunjuknya. Dan meletakkan telapak tangan kirinya di atas paha kirinya.”

12. Mengenai duduk iftirasy dan tawarruk, Al-Bukhari (794) meriwayatkan hadits dari Abu Humaid As-Sa’idi radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:

أنا كنت أحفظكم لصلاة رسول الله صلى الله عليه وسلم ... وفيه: فإذا جلس في الركعتين جلس على رجله اليسرى ونصب اليمنى، وإذا جلس في الركعة الاخرة قدم رجله اليسرى، ونصب الأخرى، وقعد على مقعدته

Artinya: “Saya adalah orang yang paling hafal di antara kalian tentang shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam...” Di dalamnya disebutkan: “Jika duduk pada dua rakaat, beliau duduk di atas kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya. Jika duduk pada rakaat terakhir, beliau mengedepankan kaki kirinya (menjulurkannya di bawah kaki kanan), menegakkan kaki kanannya, dan duduk di atas pantatnya.”

Muslim (579) meriwayatkan hadits dari ‘Abdullah ibn Az-Zubair radhiyallahu ‘anhuma:

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا قعد في الصلاة: جعل قدمه اليسرى بين فخذه وساقه، وفرش قدمه اليمنى

Artinya: “Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk dalam shalat, beliau meletakkan kaki kirinya di antara paha dan betisnya, serta membentangkan kaki kanannya.”

13. Mengenai salam yang kedua, Muslim (582) meriwayatkan hadits dari Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:

كنت أرى رسول الله صلى الله عليه وسلم يسلم عن يمينه وعن يساره، حتى أرى بياض خده

Artinya: “Saya melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan salam ke arah kanan dan kirinya, hingga aku melihat putih pipinya.”

Abu Dawud (996) dan selainnya meriwayatkan hadits dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu:

أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يسلم عن يمينه وعن شماله، حتى يرى بياض خده: (السلام عليكم ورحمة الله، السلام عليكم ورحمة الله)

Artinya: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan salam ke arah kanan dan kirinya, hingga terlihat putih pipinya, (dengan ucapan) assalamu ‘alaikum warahmatullah, assalamu ‘alaikum warahmatullah.”

At-Tirmidzi (295) berkata: Hadits Ibn Mas’ud adalah hadits hasan shahih.

Wallahu a’lam bish shawab.
YUK NYUNAH BRO!!! YUK NYUNAH BRO!!! Reviewed by Unknown on October 31, 2017 Rating: 5

No comments:

Search This Blog

Popular

BAB 5

BAB 5 K I S A H Ada seorang salih, ia mempunyai saudara (kawan) yang salih pula. Setiap tahun ia berkunjung kepadanya. Suatu hari i...

Powered by Blogger.