BAB 5
K I S A H
Ada seorang salih, ia mempunyai saudara (kawan) yang
salih pula. Setiap tahun ia berkunjung kepadanya. Suatu hari ia mengunjunginya
lagi, sampai ke rumah yang dituju pintunya masih tertutup. Ia ketuk pintu rumah
itu. Dari dalam terdengar suara wanita: “SIAPA ITU?” Orang yang salih menjawab:
“AKU, SAUDARA SUAMIMU. AKU DATANG UNTUK MENGUNJUNGINYA, HANYA KARENA ALLAH
SEMATA. ” “DIA SEDANG KELUAR MENCARI KAYU BAKAR, BALAS ISTRI SAHABATNYA.
MUDAH-MUDAHAN IA TIDAK KEMBALI. ”
Lanjutnya sambil terus bergumam memaki-maki suaminya.
Ketika mereka sedang terlibat perbincangan, tiba-tiba orang yang salih itu
datang sambil menuntun seekor harimau yang sedang membawa seikat kayu bakar.
Begitu melihat saudaranya datang mengunjunginya, ia menghambur kepadanya seraya
bersalam. Kayu bakar itu lalu diturunkan dari punggung harimau tersebut.
Katanya kemudian: “SEKARANG PERGILAH KAMU, MUDAH-MUDAHAN ALLAH MEMBERKAHIMU. ”
Orang yang salih itu (yakni yang empunya rumah) lalu mempersilakan
saudaranya masuk. Sementara isterinya masih bergunam memaki-maki dirinya. Namun
sebegitu jauh ia hanya berdiam, tanpa menunjukkan reaksi kebencian. Setelah
terlibat perbincangan beberapa saat lamanya, hidangan keluar disuguhkan.
Dilanjutkan berbincang-bincang hingga beberapa saat.Setelah itu saudaranya
berpamitan dengan menyimpan kekaguman yang sangat berkesan. Ia sangat kagum
sebab saudaranya sanggup menekan kesabarannya menghadap isteri yang begitu
cerewet dan berlidah panjang. Tahun berikutnya ia berkunjung lagi. Sampai di
depan pintu ia mencoba mengetuknya. Isterinya keluar dan menyapa: “TUAN SIAPA?”
“AKU ADALAH SAUDARA SUAMIMU, BALASNYA. KEDATANGANKU INI SEMATA UNTUK
MENGUNJUNGINYA. ”
“OH, SELAMAT DATANG, TUAN, ” kata isteri saudaranya
seraya mempersilahkan masuk penuh keramahan. Tidak begitu lama saudara salih
yang ditunggunya tiba juga sambil memanggul seikat kayu bakar. Mereka segera
terlibat perbincangan sambil menikmati hidangan yang disuguhkan. Setelah
semuanya dirasa cukup, dan ketika ia hendak kembali, ia sempatkan bertanya
tentang beberapa hal. Bagaimana dahulu ia dapat menundukkan seekor harimau dan
mau diperintah membawakan kayu bakar. Sedang sekarang ini ia hanya datang
sendirian sambil memanggul kayu bakar.
“KENAPA BISA BEGITU?” tanya saudaranya. Saudaranya
menjawab:”KETAHUILAH SAUDARAKU, ISTERIKU YANG DAHULU BERLIDAH PANJANG ITU SUDAH
MENINGGAL. SEDAPAT MUNGKIN AKU BERUSAHA BERSABAR ATAS PERANGAI BURUKNYA.
SEHINGGA ALLAH MEMBERI KEMUDAHAN DIRIKU UNTUK MENUNDUKKAN SEEKOR HARIMAU, SEBAGAIMANA
PERNAH KAU LIHAT SENDIRI SAMBIL MEMBAWA KAYU BAKAR ITU. SEMUANYA TERJADI
LANTARAN KESABARANKU PADANYA. LALU AKU MENIKAH LAGI DENGAN PEREMPUAN YANG
SHALIHAH INI. AKU SANGAT GEMBIRA MENDAPATKANNYA. MAKA HARIMAU ITUPUN DIJADIKAN
JAUH DARIKU, KARENA ITU AKU MEMANGGUL SENDIRI KAYU BAKAR ITU, LANTARAN
KEGEMBIRAANKU TERHADAP ISTERIKU YANG SHALIIHAH INI. ”
PERHATIAN
Seorang suami diperbolehkan memukul isterinya jika
tidak mengindahkan perintahnya berhias, padahal ia menghendaki. Atau lantaran
menolak diajak tidur bersama. Diperbolehkan pula seorang suami memukul
isterinya lantaran keluar rumah tanpa memperoleh izinnya. Atau karena isterinya
itu memukul anak kecil yang sedang rewel. Atau karena mencaci maki orang lain,
atau karena menyobek pakaian suaminya, menjambak jenggotnya, atau berkata
kepada suaminya: “HAI KAMBING, HAI KELEDAI HAI ORANG TOLOL, DLL. ” sekalipun
pencaciannya itu didahului oleh sikap suami yang telah mencacinya.
Demikian pula seorang suami diperbolehkan memukul
isterinya lantaran isterinya sengaja memamerkan wajahnya kepada lelaki lain.
Atau karena asyik berbincang-bincang dengan lelaki lain. Atau sekalipun ia ikut
mendengarkan pembicaraan suaminya bersama lelaki lain, dengan maksud dapat
mencuri pendengaran dari suara lelaki itu. Atau karena memberikan sesuatu dari
rumah suaminya berupa barang yang tidak biasanya diberikan kepada orang lain.
Atau karena menolak menjalin kekeluargaan dengan saudara suaminya.
Begitu pula suami dibenarkan memukul isterinya karena
meninggalkan shalat, setelah terlebih dulu diperintah tetapi menolak
mengerjakannya. Pendapat inilah yang lebih kuat.
WASIAT DAN PENGAJARAN SUAMI
Ketahuilah bahwa, setiap suami hendaknya pandai-pandai
memberi pengajaran atau wasiat-wasiat kebajikan kepada isterinya. Rasulullah
S.A.W mengingatkan :
“ROHIMALLAHU ROJULAN QOOLA YAA AHLAAHU SHOLAA TAKUM
SHIYAA MAKUM DZAKAA TAKUM MISKIINAKUM YATIIMAKUM JIIROONAKUM LA’ALLAKUM MA’AHUM
FIL JANNATI. ” Artinya: “Mudahmudahan Allah merahmati seorang suami yang
mengingatkan isterinya, ‘HAI ISTRIKU, JAGALAH SHALATMU, PUASAMU, ZAKATMU.
KASIHANILAH ORANG-ORANG MISKIN DI ANTARAMU, PARA TETANGGAMU. MUDAHMUDAHAN ALLAH
MENGUMPULKAN KAMU BERSAMA MEREKA DI SURGA’. ”
Hendaknya seorang suami selalu memperhatikan nafkahnya
sesuai dengan kesanggupannya. Hendaknya suami selalu bersabar jika menerima
cercaan isterinya, atau perlakuan-perlakuan tidak baik lainnya. Hendaknya suami
mengasihani isterinya, yaitu dengan bentuk memberi pendidikan secara baik,
kendati ia seorang terpelajar. Sebab kaum wanita bagaimanapun diciptakan dalam
keadaan serba kurang akal dan tipis beragama (kecuali hanya sedikit saja yang
mempunyai akal panjang dan beragama kuat). Tersebut dalam hadits: “LAU LAA
ANNALLAHA SATAROL MAR ATA BIL HAYAA ILAKAA NATS LAA TUSAA WII KAFFAN MIN
TUROOBIN. ” Artinya: “Kalaulah bukan karena Allah membuatkan penutup rasa malu
bagi kaum wanita, niscaya harganya tidka dapat menyamai segenggam debu.
(alhadits).
Hendaknya seorang suami selalu menuntun isterinya pada
jalan-jalan yang baik. Memberi pendidikan kepadanya berupa pengetahuan agama
(Islam), meliputi hukum-hukum bersuci (Thaharah) dari hadats besar. Misalnya
tentang haid dan nifas. Seorang isteri harus diberi pengetahuan tentang
persoalan yang sangat penting itu. Sebab bagaimanapun masalah itu berhubungan
erat dengan waktu-waktu shalat.
Demikian pula memberikan pengajaran terhadap masalah
ibadah. Meliputi ibadan fardhu (wajib) dan sunnahnya. Pengetahuan tentang
shalat, zakat, puasa dan haji.
Jika seorang suami telah memberi pendidikan tentang persoalan pokok
tersebut, maka isteri tidak dibenarkan keluar rumah untuk bertanya kepada
ulama. Tetapi kalau pengetahuan yang dimiliki suami tidak memadai, sebagai
gantinya maka ia sendiri yang harus siap untuk selalu bertanya kepada ulama
(orang yang mengerti ilmu agama). Artinya, isteri tetap tidak diperkenankan
keluar rumah. Namun, kalau suami tidak mempunyai untuk bertanya, maka isteri
dibenarkan keluar rumah untuk bertanya tentang persoalan agama yang dibutuhkan.
Hal itu malah menjadi kewajibannya, dan bahkan kalau suaminya melarang keluar
berarti telah melakukan kamaksiatan (dosa). Tetapi isteri harus meminta izinnya
lebih dulu jika sewaktu-waktu hendak belajar mengenai ilmu-ilmu tersebut.
Isteri harus memperoleh keridhaan suaminya
BAB 5
Reviewed by Author Kaffah
on
January 07, 2024
Rating:
No comments: