SHALAT FARDHU DAN WAKTU-WAKTUNYA
Abu Syuja' berkata:
الصلاة المفروضة خمس:
الظهر: وأول وقتها زوال الشمس وآخره إذا صار ظل كل شيء مثله بعد ظل الزوال.
والعصر: وأول وقتها الزيادة على ظل المثل، وآخره في الاختيارإلى ظل المثلين، وفي الجواز إلى غروب الشمس.
والمغرب: ووقتها واحد وهو غروب الشمس وبمقدار ما يؤذن ويتوضأ ويستر العورة ويقيم الصلاة ويصلي خمس ركعات.
والعشاء: وأول وقتها إذا غاب الشفق الأحمر وآخره في الاختيار إلى ثلث الليل وفي الجواز إلى طلوع الفجر الثاني.
والصبح: وأول وقتها طلوع الفجر الثاني وآخره في الاختيار إلى الأسفار وفي الجواز إلى طلوع الشمس.
Cara membacanya:
Ash-shalaatul mafruudhatu khamsun:
Azh-zhuhru: wa awwalu waqtihaa zawaalusy syamsi wa aakhiruhu idzaa shaara zhillu kulli syay-in mitslahu ba’da zhilliz zawaali.
Wal-‘ashru: wa awwalu waqtihaz ziyaadatu ‘alaa zhillil mitsli, wa aakhiruhu fil ikhtiyaari ilaa zhillil mitslayni wa fil jawaazi ilaa ghuruubisy syamsi.
Wal-maghribu: wa waqtuhaa waahidun wa huwa ghuruubusy syamsi wa bi-miqdaari maa yu-adzdzinu wa yatawadhdha-u wa yasturul ‘awrata wa yuqiimush shalaata wa yushallii khamsa raka’aatin.
Wal-‘isyaa-u: wa awwalu waqtihaa idzaa ghaabasy syafaqul ahmaru wa aakhiruhu fil ikhtiyaari ilaa tsulutsil layli wa fil jawaazi ilaa thuluu’il fajrits tsaanii.
Wash-shubhu: wa awwalu waqtihaa thuluu’ul fajrits tsaanii wa aakhiruhu fil ikhtiyaari ilal asfaari wa fil jawaazi ilaa thuluu’isy syamsi.
Artinya:
Shalat yang difardhukan ada lima, yaitu:
(1) Zhuhur: awal waktunya ketika matahari tergelincir, sedangkan akhirnya saat bayangan segala sesuatu sama dengan bendanya setelah tergelincir matahari.
(2) ‘Ashar: awal waktunya ketika bayangan lebih panjang dari bendanya, dan akhir waktunya secara ikhtiar adalah sampai bayangan dua kali panjang bendanya, sedangkan waktu boleh mengerjakannya sampai terbenam matahari.
(3) Maghrib: waktunya hanya satu, yaitu ketika matahari terbenam, ukurannya kira-kira waktu orang adzan, wudhu, menutup aurat, mendirikan shalat maghrib, kemudian shalat lima raka’at.
(4) ‘Isya: Awal waktunya ketika mega merah hilang, akhir waktunya secara ikhtiar adalah sepertiga malam, sedangkan waktu boleh mengerjakannya sampai sebelum terbit fajar kedua.
(5) Shubuh: Awal waktunya ketika terbit fajar kedua, akhir waktunya secara ikhtiar adalah saat hari sudah terang, sedangkan waktu boleh mengerjakannya sampai matahari terbit.
Penjelasan Prof. Dr. Mushthafa Dib al-Bugha (dengan sedikit perubahan redaksi):
1. Dasar disyariatkannya shalat adalah ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antaranya:
Firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam surah An-Nisaa [4] ayat 103:
إنَ الصَلاةَ كَانَتْ على المُؤْمنينَ كِتَاباً مَوْقوتاً
Artinya: “Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang telah ditetapkan waktunya atas orang-orang yang beriman.”
Hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, riwayat Al-Bukhari (8), Muslim (16), dan selain keduanya, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
بُنِيَ الإسْلامُ عَلى خَمْس: شَهَادَة أنْ لا إلهَ إلا اللهُ وأنَ مُحمَداً رَسُولُ اللهِ، وإقامِ الصلاةِ وإيَتَاءِ الزكإَةِ، والحج، وَصَوْم رَمضَانَ
Artinya: “Islam itu dibangun di atas lima perkara, yaitu syahadat bahwa tiada yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji, dan puasa di bulan Ramadhan.”
Disebutkan juga dalam hadits yang berbicara tentang peristiwa Isra dan Mi’raj, riwayat Al-Bukhari (342), Muslim (163), dan lainnya:
ففَرَضَ اللهُ على أمتي خَمْسينَ صَلاةً ... فرَاجَعتُهُ فقال: هي خمس، وهي خمسُونَ، لا يُبَدلُ الْقَوْلُ لَدَيَّ
Artinya: “Allah mewajibkan kepada umatku lima puluh kali shalat... Lalu aku kembali menghadap Allah, kemudian Dia berfirman, ‘Shalat itu lima (waktu), dan ia sama (pahalanya) dengan lima puluh. Keputusan ini tidak akan Aku ganti lagi’.”
2. Hadits yang merangkum seluruh waktu shalat, adalah hadits yang diriwayatkan Muslim (614) dan selainnya dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu:
أنه أتاه سائلٌ يسألُه عن مواقيت الصلاة، فلم يَرُدَّ عليه شيئاً. قال: فأقام الفجر حين انْشَق الفجْرُ، والناس لا يكاد يعرفُ بضُهم بعضاً، ثم أمره فأقام بالظهر حين زالتِ الشمسُ، والقائلُ يقولُ: قد انْتَصَفَ النهارُ، وهو كان أعْلمَ منهم، ثم أمره فأقام بالعصرِ والشَّمْسُ مُرْتَفعَةٌ، ثم أمره فأقام بالمغرب حين وَقَعَت الشمس، ثم أمره فأقام العشاءَ حين غابَ الشَّفَقُ.
ثم أخَر الفجرَ من الْغدِ، حتى انْصرَفَ منها والقائلُ يقول: قد طلعت الشمس أو كَادتْ، ثم أخَّر الظهر حتى كان قريباً من وقت العصر بالأمْس، ثم أخر العصر حتى انصرف منها والقائلُ يقولُ: قد احْمَرَّتِ الشمسُ، ثم أخّو المغربَ حتى كان عند سُقوطِ الشَفَقِ، ثم أخّر العشاء حتى كان ثلثُ الليل الأوَّل. ثم أصبح، فدعا السائل فقال: (الْوَقتُ بَيْنَ هَذيَن).
Artinya: “Seseorang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, untuk bertanya tentang waktu-waktu shalat, tapi beliau tidak menjawab sepatah katapun. Kemudian beliau mengerjakan shalat shubuh ketika fajar telah terbit, dan masing-masing orang nyaris tidak mengenali satu sama lain (karena gelap). Kemudian beliau memerintahkan untuk shalat, dan beliau mengerjakan shalat zhuhur saat matahari tergelincir (ke barat). Seseorang berkata, ‘Ini adalah pertengahan siang’, padahal beliau lebih mengetahui dari mereka. Kemudian beliau memerintahkan untuk shalat, lalu beliau mengerjakan shalat ashar ketika matahari meninggi. Kemudian beliau memerintahkan untuk shalat, lalu beliau mengerjakan shalat maghrib ketika matahari terbenam. Kemudian beliau memerintahkan untuk shalat, lalu beliau mengerjakan shalat isya ketika mega merah telah hilang.
Kemudian beliau mengakhirkan shalat shubuh pada esok harinya, hingga ketika beliau selesai mengerjakannya, seseorang mengatakan, ‘Matahari telah terbit, atau hampir terbit’. Kemudian beliau mengakhirkan shalat zhuhur hingga mendekati waktu ashar yang kemarin. Kemudian beliau mengakhirkan shalat ashar hingga ketika beliau selesai mengerjakannya, seseorang mengatakan, ‘Matahari telah memerah’. Kemudian beliau mengakhirkan waktu shalat maghrib hingga hampir dekat waktu hilangnya mega merah. Kemudian beliau mengakhirkan waktu shalat isya hingga sepertiga malam yang pertama.
Kemudian pagi harinya, beliau memanggil orang yang sebelumnya bertanya, dan bersabda, ‘Waktu shalat adalah antara dua waktu ini’.”
3. Waktu ikhtiar adalah waktu yang dipilih agar tidak mengakhirkan shalat dari waktunya.
4. Shalat ashar boleh dikerjakan sampai menjelang terbenam matahari. Dalilnya adalah hadits riwayat Al-Bukhari (554) dan Muslim (608), dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أدرَكَ مِنَ الصبْحِ رَكْعَةً قَبْلَ أنْ تطْلُع الشَمْسُ فَقَدْ أدْرَكَ الصبحَ، وَمَنْ أدْرَكَ رَكْعَة مِنَ العَصْرِ قَبْلَ أنْ تَغْرُبَ الشَّمْسُ فَقَدْ أدْرَكَ العصر
Artinya: “Barangsiapa mendapatkan satu rakaat shubuh sebelum matahari terbit, maka dia telah mendapatkan shalat shubuh. Barangsiapa mendapatkan satu rakaat ashar sebelum matahari terbenam, maka dia telah mendapatkan shalat ashar.”
5. Ukuran waktu shalat maghrib antara adzan, wudhu, menutup aurat, mendirikan shalat, kemudian shalat lima rakaat, merupakan pendapat Imam Asy-Syafi’i dalam madzhab jadid-nya.
Pendapat ini didasarkan pada hadits Jibril ‘alaihis salam yang diriwayatkan oleh Abu Dawud (393), At-Tirmidzi (149), dan selain keduanya, dari Ibn ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, yang di dalamnya disebutkan:
أن جبريل عليه السلام صلى بالنبي صلى الله عليه وسلم المغرب في اليومين حين أفطر الصائم
Artinya: “Sesungguhnya Jibril ‘alaihis salam shalat maghrib bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selama dua hari, ketika orang yang berpuasa sedang berbuka.”
Artinya shalat maghrib dilaksanakan dalam satu waktu saja, yaitu setelah terbenamnya matahari.
Adapun madzhab qadim Imam Asy-Syafi’i menyatakan bahwa waktu maghrib sampai dengan hilangnya mega merah. Para ulama madzhab Syafi’i menguatkan pendapat madzhab qadim ini karena dalil-dalilnya yang lebih kuat.
Salah satu dalil dari madzhab qadim ini adalah hadits riwayat Muslim yang sudah disebutkan sebelumnya (pada poin 2). Hadits ini terjadi di Madinah, sedangkan hadits Jibril terjadi di Makkah. Karenanya hadits riwayat Muslim ini yang dipilih, karena yang diambil adalah kejadian yang terakhir. Dalam hadits riwayat Muslim tersebut menunjukkan bahwa Nabi shalat maghrib hingga hilangnya mega merah.
Pendapat ini juga dikuatkan oleh hadits shahih riwayat Muslim (612), bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَقْتُ صَلاةِ المغْرِبِ مَا لَمْ يَغِبِ الشَفَقُ
Artinya: “Waktu shalat maghrib adalah selama belum hilang mega.”
6.Dalil bolehnya mengerjakan shalat isya sampai terbit fajar kedua adalah hadits riwayat Muslim (681) dan selainnya dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أما، إنِّه ليسَ في النَّوْمِ تفْرِيطٌ، إنّما التَّفْرِيطُ على مَنْ لمْ يُصَل الصَّلاةَ حَتّى يَجِيءَ وَقْتُ الصَلاةِ الأخْرَى
Artinya: “Ketahuilah bahwa tidak ada kelalaian dalam tidur. Kelalaian itu ada pada orang yang tidak mengerjakan shalat sampai datang waktu shalat berikutnya.”
Hadits ini menunjukkan bahwa waktu shalat tidak berakhir kecuali dengan masuknya waktu shalat berikutnya. Dikecualikan dari keumuman ini waktu shalat shubuh, karena terdapat dalil-dalil yang mengkhususkan waktunya.
7. Fajar kedua adalah saat sinarnya menyebar, membentang di seantero langit. Sedangkan fajar pertama, yang sering disebut juga fajar kadzib, sinarnya memanjang, di atasnya ada sinar panjang seperti ekor serigala, kemudian diikuti oleh kegelapan lagi.
Wallahu a’lam bish shawab.
KEUTAMAAN WAKTU SHOLAT
Reviewed by Unknown
on
November 23, 2017
Rating:
No comments: